Tiktokers Madura Kejam Jelas Bukan Anak Emo (Serious Insight)



Belakangan ini viral video sejumlah orang dengan penampilan nyentrik joget-joget dengan gerakan khas diiringi musik "Ding Ding Pa Ding Ding Aye!". Kalau gue perhatikan, ada beberapa faktor yang membuat mereka trending. Diantaranya gerakan tarian, pemilihan musik dan yang paling banyak mencuri perhatian mata adalah penampilan mereka yang mengingatkan kita ke anak screamo, emo post-hardcore circa 2007 an.

Gimana nggak, rambut mereka panjang, lurus catokan, potongan khas klan Uchiha kan?Ini, sekilas membawa kita, orang-orang yang merasakan remaja di tahun 2004-2010 seakan flashback ke jaman-jaman Killing Me Inside masih menjadi raja pensi anak-anak SMA.

Sehingga, banyak netijen yang bilang emo jamet, alay, screamo alay, pasukan rambut celurit (ini yang bilang pasti Bro-Bro Gore) hehe. Padahal, punya rambut gitu aja belum tentu seseorang itu masuk ke skena emo, screamo dan post-hardcore.

Sebagaimana anak-anak skena lainnya (punk, metal, hardcore, indie, etc) seseorang melabeli dirinya atas suatu skena tertentu karena mereka merasa relate dengan musiknya. Karena musikya ini marwah dari munculnya skena-skena. Musik ini akhirnya jadi dasar dia untuk mengekspresikan diri lewat penampilan, karya dan sebagainya. Sehingga terjadi keterikatan yang identik dan representatif.

Apa yang dilakukan sobat-sobat Tiktokers Madura ini, lewat tarian dan cara mereka bermedia sosial tidak sama sekali merepresentasikan anak-anak skena emo, screamo dan post hardcore. Karena, secara sadar atau enggak mereka cuman meniru style penampilan anak skena emo, screamo dan post-hardcore lewat potongan rambutnya. Nah, yang seperti ini orang luar menyebutnya poser atau hipster atau kita pun sudah memiliki kamus yaitu alay (anak layangan) yang hanya mengikuti tren saja tapi tidak menjiwai tren tersebut.

Tapi, melihat kelakukan para Tiktokers ini kadang bikin senyum sendiri. Meskipun mereka ini viral dan videonya tersebar kemana-mana dan dijadikan lelucon oleh ratusan akun shitpost, mereka tetap aktif dan produktif membuat aktivitas-aktivitas ke-alayan mereka.

Ini yang gue juga baru ngeh, bila ada pergeseran norma sebagian mayoritas masyarakat bermedia sosial. Mereka yang membuat konten postingan seperti ini malah semakin viral dan besar followernya meski hanya dijadikan bahan ejekan, bahan lelucon. Selain para pria mahal dari Madura Kejam, ada juga Rudy Khechenk, Cimoy, Bowo? C;mon man... tapi ya itu opsi sih, gue juga ogah sok idealis dengan sok-sokan mengajak, "Ayo dong jadikan mereka agen perubahan sosial yang baik dengan kasih mereka beasiswa gratis, agar dapat pendidikan yang lebih baik dan menginfluence follower mereka agar menjadi lebih baik, jangan cuman mereka kasih produk-produk yang mengajak masyarakat bertindak konsumtif dan barbar," Tapi ah, sudahlah.

Intinya, gue cuman mau bilang mereka para Tiktokers Madura Kejam Pria Mahal ini bukan anak emo, screamo dan post-hardcore. Mereka hanya alay.


Komentar

Postingan Populer