Yang Gue Rasakan Menjelang Usia 30 Tahun: Overthinking, Lelah Mental dan My Coping Mechanism

 

Menghitung hari, minggu dan bulan menjelang usia 30 tahun, ini yang gue rasakan: bosan, lelah, less expectation, pasrah, mencoba banyak bersyukur dan mengurangi mengeluh, pushing myself to see positivity in every things even in a negative things.

Sejujurnya sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup sampai usia 29 menjelang 30 ini, karena dalam perjalanan ini sudah banyak rekan yang usianya berhenti, ada di 22, 25 dan 27. Gue sendiri belum tahu akan berhenti di angka berapa. Makanya, sebisa mungkin gue tanamkan di dalam hati rasa syukur tersebut agar bisa mereduksi perasaan-perasaan negatif yang muncul.

Kedua, Pasrah. 10 tahun terakhir, alhamdulillah gue merasakan beragam hal yang mungkin bisa dibilang ujian kehidupan dari mulai perjuangan seleksi kuliah, seleksi kerja, seleksi mencari jodoh sampai seleksi CPNS. Banyak sekali seleksi-seleksi ini, yang jujur, kalau bukan tanpa pertolongan Allah jalla jaluhu aku tidak tahu akan ada di mana dan jadi apa. 

Semua pertarungan dari berbagai bab kehidupan gue tadi mengantarkan gue pada satu titik yang disebut kepasrahan.  Karena semakin hari gue semakin sadar, bila kekuasaan manusia itu tidak ada sama sekali kecuali dari Allah. Do'a yang terpanjat dan ikhtiar yang dilakukan pun, jika bukan karena izin-Nya tidak akan bisa kita lakukan seenaknya, semaunya. Oleh karenanya, semakin sadar diri ini lemah dan kecil, hanya serpihan atom di antara jutaan bintang di galaksi yang luas ini yang semuanya berada dalam pemeliharanan Allah jalla jalaluhu.

Semakin menyadari diri, semakin sadar bahwa semua ini hanya peran yang kelak akan berakhir dan akan ditagih pertanggung jawabannya. Kadang terlintas rasa bosan dan lelah. Apalagi di jaman informasi hari ini, pengalaman-pengalaman hidup jutaan manusia kita bisa mengaksesnya lewat sentuhan jari di internet. Kita bisa melihat, menengok cerita masa lalu dan gambaran masa datang dari pengalaman-pengalaman berjuta orang tadi. Akhirnya tertanam di kepala bahwa membosankan sekali kehidupan manusia ini, "History repeat itself". Anak-anak, remaja, sekolah, kerja, kawin, punya anak, nyekolahin anak, anak kawin, mati.

Dan episode manusia itu kalau gue boleh bilang dihitung per dekade. 10 tahun pertama, 10 tahun kedua dan 10 tahun ketiga. Gak kerasa gue sudah habisin sepuluh tahun ketiga gue. Dan ya gini lah, cerita hidup gue,  hidup lajang sampai usia 30 tahun, dosa-dosa jaman muda (remaja), perjuangan karir, tangis, galau, overthinking, depresi, stress dan lain-lain semua sudah dialami, alhamdulillah selamat. Semakin bertambah umur semakin menyadari kenapa dulu lagu-lagu musisi band alternatif seperti punk dan emo bertema depresi dan bunuh diri. Karena ternyata tantangan hidup itu relate banget usia-usia 25 ke atas. Apalagi kalau melihat lagi lirik-lirik lagu Linkin Park dan cara Chester pergi dari bumi ini. Jadi semakin bersyukur lahir dan besar di Indonesia karena masih terjaganya pondasi-pondasi keagamaan.

Tapi ya tadi, namanya manusia, kadang perasaan lelah mental itu kuat banget. Rasanya pengen nyetop waktu (ini sih gue rasa gejala depresi). Ingin menghentikan waktu ini gue rasakan pas dulu kondisi kerjaan gak kondusif dan bikin gue stress parah. Mungkin salah satu penyebabnya overthinking ya, karena dalam kepala gue kadang suka mikir bakal kerja apa dan di mana? Ke mana? Siapa yang akan kita hadapi dan bagaimana kondisinya nanti di lapangan? Malas dan takut bertemu orang baru karena manusia itu punya kepentingan dan paling malas dengan orang-orang yang bekerjasama karena dasar kepentingan tadi. Dan pekerjaan gue dulu mengharuskan untuk berurusan dengan orang-orang dan kepentingan-kepentingan busuknya (pejabat korup, pelaku tindak kriminal, narsisis dan orang-orang bodoh). Nah, ya gak tau kerjaan yang sekarang nanti bakal gimana jadi faktor pemicu overthinking terkuat hari ini. 

Dan gue rasa overthinking dan over expectation adalah dua racun dalam diri gue yang menyebabkan depresi. Dan gue baru sadari belakangan kalau orang-orang depresi itu kebanyakan sensitif dibarengi iq yang tinggi sehingga membuat mereka overthinking dan over expectation. Maka ketika realita berbalik 180 derajat dan itu buruk, maka orang-orang depresi yang tidak memercayai hari akhir akan memilih hal-hal tidak terduga. Ini bukan gue self-diagnose ya, cuman pengamatan kasar dan disesuaikan dengan kondisi yang gue alamin aja sih.

Oia, hampir lupa sama insecurity. Ini sih, penyakit mid-life crisis banget. Insekur terhadap pendapat orang, pendapat atasan, karir yang stuck, harta yang segitu-gitu aja, lajang di usia 25+, belum mapan, belum punya rumah, belum punya mobil dll. Sudah gue buang jauh-jauh, sabodo anjim lah. Gue udah gak peduli sama perasaan insecurity tadi. Ya karena ginilah gue adanya, semua targetan tadi udah gue kubur. Gue usia ampir 30 belum punya apa-apa dan belum jadi apa-apa, persetan penilaian apa-apa dari orang. Yang penting gue udah lakukan yang terbaik versi gue, semampu gue. 

Di penghujung tulisan ini gue mau ucapkan alhamdulillah, semua perasaan lelah mental itu bisa direduksi karena sifat pasrah. Sifat menyerahkan semuanya kepada Rabbul Alamin. Bahwa peran ini, keadaan ini Allah yang berikan, dan Allah yang paling mengetahui. Maka kembalikan lagi semua urusan kepada Allah. Udah, sekarang hidup gue mah gitu aja, berusaha istiqamah, titik. Tidak berharap banyak dan tinggi, realistis dan berusaha banyak bersyukur dan banyak positive thinking. 

Kalau mau berkaca di luar sana, di Amerika yang katanya negara impian, hari ini banyak tuna wisma dan krisis narkoba menyebabkan orang-orang miskin di sana bernasib sangat-sangat menyedihkan. Begitupula di Indonesia, betapa banyak tuna wisma di jalanan, itu saja sudah cukup menjadi alasan betapa beruntungnya peran yang diberikan Tuhan kepada gue hari ini, meski gue ini pengangguran.

Yup, itu aja sih, doakan gue sukses ya guys... dalam menjalani episode dekade ke-4 hidup gue ini. Doa terbaik juga buat sekalian pembaca.